Monday, October 13, 2008

..About Laskar Pelangi..


Karena terpengaruh sama promosinya Blitz , review Kompas , dan emang penasaran ingin tahu versi filmnya bagaimana, akhirnya nonton juga yang namanya Laskar Pekangi di Blitz Grand Indonesia. Berbicara tentang film Laskar Pekangi, semua orang tentu punya pendapat yang positif, bahkan ada yang tak henti-hentinya terus mengungkapkan rasa puas terhadap film ini, menangis, tersedu sedan, halah…banyak lah. Memang, banyak sekali hal yang bisa didapat dari film ini. Pesan yang nyata tersampaikan adalah bagaimana semangat anak-anak untuk terus belajar meskipun mereka menemui beberapa kendala. Belum lagi, ibu guru yang semakin bersemangat meskipun cobaan bahkan godaan terus menghantui dirinya, tetap tidak menyurutkan semangatnya untuk terus mengajar anak-anak itu.

Saya sendiri secara pribadi merasa cukup puas, walaupun ada beberapa ganjalan ringan saat membandingkan film tersebut dengan bukunya. Saya menilai ada cacat yang menganggu dalam film tersebut. Kecacatan itu adalah keberadaan Tora Sudiro. Bagi beberapa orang mungkin tidak bermasalah dengan Tora Sudiro, akan tetapi bagi saya, akting Tora Sudiro justru menjadi pengganggu dalam film tersebut. Bukannya saya tidak suka dengan Tora Sudiro, atau memiliki sentimen pribadi terhadap beliau. Tapi alangkah bedanya ketika sepanjang jalan cerita dalam novel sama sekali tidak ada yang namanya Bu Muslimah berurusan dengan seorang guru Sekolah PN, apalagi seorang pak guru yang yang dalam cerita ini “ngincer” si Bu Mus itu sehingga menurut saya keberadaan Tora Sudiro sangatlah mengurangi nilai originalitas. Karena sebuah teks dalam novel mampu membangun theatre of mind atau film tersendiri, sebuah panggung sandiwara pertunjukan di kepala kita. Tepatnya di kepala masing-masing pembacanya.


Kegalauan yang dialami Flo juga kurang tergambarkan dengan baik sehingga bagi penonton yang belum membaca bukunya mungkin agak kaget saat dibawa pada adegan Flo dicari orang-orang karena kabur dari rumah. Lalu, kemana tokoh Bodenga yang tragis dan Tuk Bayan Tula yang konon katanya sakti mandra guna? dan trek pegunungan menuju tempat Flo berada menurut petunjuk Tuk Bayan Tula yang berupa batu-batu cadas dan banyaknya binatang buas? dalam film ini, semuanya terlewatkan begitu saja.. Tapi terlepas dari beberapa kekurangannya, film ini tetap menjadi salah satu diantara sedikit film Indonesia paling bagus yang pernah saya tonton.

Tapi sayangnya, di jaman serba modern seperti ini dengan penonton yang menikmati film dari kursi sofa empuk berbusa, di tambah suasana yang gelap gulita dalam ruangan nyaman ber-AC, ditemani segelas besar popcorn dan coca-cola seharga puluhan ribu rupiah dan bermesraan dengan kekasih atau teman “tapi mesra” yang beraroma parfum wangi nan elegan sehingga membuat pikirannya kemana-mana, pesan ini BAGI SAYA sulit merasuk ke benak mereka. Sulit mengingat makna ‘bertahan dan berjuang dalam hidup’ gedung sekolah Muhammadiyah yang reyot yang ditempati para laskar pelangi selama bertahun-tahun, dan jika hujan menjadi kandang kambing, dindingnya yang berlubang ditutupi dengan poster Rhoma Irama “hujan duit” dan kesunyian di bawah pohon ficilium jika setelah kurang lebih 2 jam lamanya di dalam bioskop kita keluar dan langsung disambut hiruk pikuk berbagai aktivitas di dalam mall mewah.

Sulit tertulis ironi saat melihat jemuran kapur tulis basah di halaman sekolah SD Muhammadiyah, atau pelajaran berhitung dengan lidi, dan adegan pemberian buku-buku asing yang oleh Flo kepada Lintang, atau merasakan semangat juang Lintang pada sepeda tuanya, selama 80 kilometer pulang pergi, setiap hari, tanpa sekalipun pernah bolos, dan pulangnya menjadi seorang kuli kopra jika sekarang kita lihat diantara sekian banyak teman-teman kuliah kita dengan mudahnya menenteng laptop, dan satu mobil satu orang.



Salut kepada Famke Somers yang telah memberikan nyawa kedua berupa sebuah kostum ikan duyung, lengkap dengan asesories dan propertinya kepada Andrea dan Arai sehingga mereka bisa menggapai mimpimya, keliling Eropa dan mampir ke Afrika, serta merasakan indahnya panas pasir gurun sahara..”Endensor”

No comments: